Denganmengikuti tuntunan rasul, manusia akan . 1. Selalu berada dijalan yang benar. 2. Terhindar dari kemaksiatan Silahkan dipilih kak jawaban yang menurut kakak paling benar. Silahkan dipilih kak jawaban yang menurut kakak paling benarSemoga membantu tolong jadikan jawaban saya yang terbaik ya terimakasih
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ كُلُّ أُمَّتِيْ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ، إِلاَّ مَنْ أَبَى »، قَالُوا يَا رَسُولَ الله، وَمَنْ يَأْبَى ؟ قَالَ صلى الله عليه وسلم مَنْ أَطَاعَنِى دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ أَبَى » رواه Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam bersabda “Semua umatku akan masuk Surga, kecuali orang yang enggan”. Para Shahabat radhiallahu’anhum bertanya Siapakah yang enggan, wahai Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam? Beliau Shallallahu’alahi Wasallam bersabda “Barangsiapa yang menaatiku maka dia akan masuk Surga, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka sungguh dialah yang enggan” yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan dan tingginya kemuliaan orang yang selalu menaati perintah dan mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam dalam semua ucapan dan perbuatan beliau Shallallahu’alahi Wasallam. Bahkan ini merupakan sebab utama meraih kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kedudukan mulia di sisi-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}“Katakanlah Jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah sunnah/petunjukku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” QS Ali Imran31.Imam Ibnu Katsir berkata “Ayat yang mulia ini merupakan hakim pemutus perkara bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan petunjuk Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam, maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alahi Wasallam dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaannya” menyelisihi perintah dan petunjuk Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam adalah sebab utama keburukan di dunia dan azab Neraka yang pedih di akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah petunjuk Rasulullah takut akan ditimpa fitnah keburukan dan kesesatan atau ditimpa azab Neraka yang pedih” QS an-Nuur 63.Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadits di atasSemangat mengikuti perintah Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam merupakan ciri iman yang sempurna kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman{لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا}“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan balasan kebaikan pada hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” QS al-Ahzaab21.Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menjelaskan makna ayat di atas berkata “Teladan yang baik pada diri Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam ini, yang akan mendapatkan taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengikutinya hanyalah orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan balasan kebaikan di hari akhir. Karena kesempurnaan iman, ketakutan pada Allah, serta pengharapan balasan kebaikan dan ketakutan akan siksaan Allah, inilah yang memotivasi seseorang untuk meneladani petunjuk Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam” “menaati Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam” adalah mengikuti petunjuk beliau Shallallahu’alahi Wasallam, dengan mengerjakan segala perintah dan menjauhi semua larangan beliau Shallallahu’alahi Wasallam, serta membenarkan semua yang beliau Shallallahu’alahi Wasallam sampaikan. Sedangkan arti “durhaka kepada beliau Shallallahu’alahi Wasallam” adalah melanggar larangan atau tidak membenarkan berita yang beliau Shallallahu’alahi Wasallam yang durhaka kepada Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam berarti dia mengikuti hawa nafsunya dan menyimpang dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang yang enggan masuk Surga dan akan masuk Neraka adalah orang kafir yang tidak mau mengikuti agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alahi Wasallam, atau orang muslim yang berbuat maksiat, selain syirik, karena dia terancam masuk Neraka meskipun tidak kekal di الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين***Kota Kendari, 23 Jumadal akhirah 1435 HPenulis Ust. Abdullah bin Taslim al-Buthoni, Lc., HSR al-Bukhari no. 6/2655, no. 6851.2 Tafsir Ibnu Katsir 1/477.3 Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” hal. 481.4 Lihat kitab “Faidhul Qadiir” 5/12.5 Ibid6 Ibid. Lulusan Fakultas Hadits, Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Beliau adalah penulis aktif di majalah Pengusaha Muslim. Kitaharus dapat belajar dengan alim ulama dan mempelajari tuntunan Rasul dari mereka, ujarnya. Dengan mengikuti tuntunan Rasul, berpengaruh pada moral dan ekonomi yang lebih baik. Mereka tidak hanya fokus mengejar harta benda, bahkan mengumbar nafsu syahwat saja. ALLAH SWT mengutus para Nabi dan Rasul kepada manusia agar mau mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan-Nya. Perjuangan para Nabi dan Rasul berat sekali. Banyak berkorban dan menderita. Mengapa Allah tidak memaksa saja kepada manusia agar mereka beriman tanpa harus sulit-sulit dengan mengajaknya lewat perantara? BACA JUGA Kalimat dari Rasulullah yang Disukai Umar bin Khattab Sebenarnya Allah mampu memaksa manusia untuk beriman kepada-Nya. Tapi Allah tidak mau melakukan itu. Bagi Allah, mengutus Rasul yang bertugas untuk memaksa setiap umat di zamannya mudah saja. Allah SWT berfirman, إِن نَّشَأْ نُنَزِّلْ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ ءَايَةً فَظَلَّتْ أَعْنَٰقُهُمْ لَهَا خَٰضِعِينَ “Jika kami kehendaki niscaya Kami menurunkan kepada mereka mukjizat dari langit, maka senantiasa kuduk-kuduk mereka tunduk kepadanya.” Asy-Syu’ara Ayat 4. Pernah juga Allah mengutus Nabi dan Rasul dengan diberi kekuatan yang dahsyat dengan memaksa segala yang ada di atas bumi pada masanya untuk tunduk kepadanya. Misalnya, ketika Allah mengutus Nabi Sulaiman Beliau menguasai angin, memiliki pasukan tentara kuat yang terdiri dari manusia dan jin. Nabi Sulaiman juga menguasai segala macam hewan dan paham bahasa hewan serta dijamin akan menang jika melawannya. Dengan gampang Allah mencipta Nabi dan Rasul seperti itu. Tapi Allah tidak mau melakukannya untuk semua Rasul-Nya. BACA JUGA Jangan Salah, Ini 4 Perbedaan Nabi dan Rasul Allah menghendaki agar manusia datang kepada-Nya dengan pilihan hatinya sendiri. Itulah bedanya antara manusia dengan makhluk lainnya. Manusia diminta dengan kesadarannya untuk beriman dan menyatakan, “Aku memilih keimanan dan ketaatan kepada-Mu, aku menjauhi semua larangan-Mu dengan menggunakan hak pilihanku yang Engkau berikan kepadaku agar pahala dan ganjaranku di sisi-Mu besar. Ya Tuhan, aku datang kepada-Mu dengan pilihanku sendiri mengikuti jalan-Mu yang lurus. Wallahu a’lam bishawwab. [] Referensi Anda Bertanya Islam Menjawab/Prof. Dr. M. Mutawalli asy-Sya’rawi
Rasacinta akan melahirkan harapan dan tunduk kepada perintah-Nya, sedangkan pengagungan akan menumbuhkan rasa takut dan mematuhi larangan-larangan-Nya. Selain itu, kita juga bisa mengerti bahwa pelaksanaan ibadah tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus mengikuti tuntunan para rasul 'alaihimush sholatu was salam .
Pertanyaan Apa kebutuhan manusia terhadap para nabi? Teks Jawaban Nabi adalah utusan Allah Ta’aa kepada para hamba-Nya menyampaikan kepada mereka perintah-perintah-Nya. Dan memberikan kabar gembira yang telah Allah siapkan mereka kenikmatan bagi orang yang mentaati perintah-Nya dan memberi peringatan kepada mereka dari siksaan yang tetap kalau mereka menyalahi larangan-Nya. Dan mereka juga menceritakan cerita-cerita umat terdahulu dan apa yang menimpa mereka dari siksaan di dunia disebabkan menyalahi perintah Tuhannya. Perintah dan larangan ilahi ini tidak mungkin hanya akal saja untuk mengetahuinya. Oleh karena itu Allah memberikan syariat dan mewajibkan perintah-perintah dan larangan-laranganya. Sebagai bentuk penghargaan kepada keturunan manusia dan penghormatan kepada mereka dalam rangka menjaga kemaslahatannya. Karena manusia terkadang terseret pada syahwatnya sehingga terjerumus pada sesuatu yang diharamkan dan melampai batas kepada manusia sehingga mengambil hak-hak mereka. Maka di antara hikmah nan tinggi Allah mengutus kepada mereka dari satu waktu ke waktu seorang utusan untuk mengingatkan perintah-perintah allah dan memberi peringatan jangan sampai terjatuh kepada kemaksiatan. Membacakan kepada mereka nasehat-nasehat untuk mengingatkan mereka kabar umat terdahulu. Karena kabar yang menakjubkan kalau masuk ketelinga, dan dan makna yang agung dapat membangkitkan pikiran. Berikutnya akan menjadi panduang bagi akal, maka akan bertambah ilmunya, dan benar pemahamannya. Orang yang paling banyak yang mendengar berita, maka dia yang paling banyak lintasan pikiran, yang paling banyak lintasan pikiran, dia yang paling banyak berfikir, yang paling banyak berfikir, dia yang paling banyak ilmunya, yang paling bayak ilmunya, dia yang paling banyak amalnya. Maka tidak ada pilihan lain yang dapat mengganti diutusnya para Rasul. A’lamun nubuwwah, karangan Ali bin Muhammad Al-Mawardi hal . 33 Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah–Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam yang terkenal dengan Ibnu Taimiyah, lahir tahun 661 H dan wafat tahun 728 H, beliau termasuk salah seorang ulama Islam besar mempunyai banyak tulisan nan berharga. Dia berkata, “Risalah kenabian sangat mendesak untuk memperbaiki seorang seorang hamba baik di dunia maupun akhirat. Tidak ada kebaikan di akhirat kecuali dengan mengikuti risalah. Begitu juga tidak ada kebaikan di kehidupan dunia kecuali dengan mengikuti risalah. Maka manusia sangat membutuhkan syariat karena dia berada di antara dua gerak; gerak yang dapat mendatangkan manfaat dan gerak yang mencelakannya. Maka risalah kenabian adalah cahaya di muka bumi dan keadilan di antara hamba-hambanya serta benteng, siapa yang masuk dia menjadi aman. Maksud dari syariat bukan sekedar membedakan antara yang bermanfaat dan yang mencelakai dari secara iderawi saja, karena hal itu bisa dilakkan oleh hewan. Keledai dan unta dapat membedakan dan memilah antara gandum dan debu. Bahkan maksudnya adalah dapat membedakan antara prilaku yang dapat mencelakai pelakunya di kehidupan dunia dan akhiratnya. Dengan prilaku yang bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhiratnya. Seperti manfaat iman, tauhid, keadilan, kebaikan, kebajikan, amanah, iffah manjaga diri, keberanian, ilmu, kesabaran, memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran, menyambung kekerabatan, berbakti kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada tetangga, menunaikan hak-hak, ikhlas beramal karena Allah, bertawakal kepada-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, ridho terhadap dari kondisi dan takdirnya, berserah sepenuhnya akan hikmahnya, membenarkan dan mengakui para Utusannya dari semua apa yang mereka kabarkan dan selain itu yang bisa memberikan manfaat dan kebaikan seorang hamba di dunia dan akhiratnya. Kebalikan dari itu akan mendapatkan kesengsaraan dan kemudhorotan di dunia dan akhiratnya. Kalau bukan karena risalah, maka akal tidak akan mendapatkan petunjuk terkait perincian manafaat dan yang membahayakan di kehidupannya. Di antara kenikmatan Allah yang sangat agung terhadap hamba-Nya dan yang paling mulia kenikmatan atas mereka adalah Allah mengutus para utusan kepada mereka. Menurunkan kitab-kitabnya, menjelaskan kepada mereka jalan yang lurus. Kalau bukan itu, maka mereka posisinya seperti hewan piaraan dan kondisi yang terjelek. Siapa yang menerima Risalah Allah dan konsisten atasnya, maka dia termasuk makhluk terbaik. Siapa yang menolaknya dan keluar darinya, maka dia termasuk makhluk terburuk. Lebih buruk kedudukannya dibandingkan dengan anjing, babi dan lebih hina dari semua yang hina. Tidak akan tetap ada di muka bumi ini kecuali dengan dampak adanya risalah yang ada di antara mereka. Kalau pengaruh Risalah telah hilang di muka bumi dan hidayah petunjuk tertutupi tanda-tanda, maka Allah akan menghancurkan alam dari atas dan bawah dan terjadilah hari kiamat. Kebutuhan penduduk bumi kepada Rasul tidak seperti kebutuhan mereka terhadap matahari, bulan, angin, hujan. Tidak juga seperti kebutuhan orang terhadap kehidupan, tidak seperti kebutuhan mata kepada sinar. Kebutuhan jasad kepada makanan dan minuman bahkan lebih besar dari itu, bahkan kebutuhannya melebihi dari semua apa yang diperkirakan dan yang terlintas dalam pikiran. Maka seorang Rasul alaihimus salam adalah perantara antara Allah dengan makhluknya dalam perintah dan larangannya. Mereka adalah utusan Allah dan hambanya. Pamungkasan para nabi, pemimpinnya yang paling mulia di hadapan Tuhannya adalah Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam ajmain. Maka Allah mengutusnya sebagai rahmat seluruh alam dan sebagai hujjah bagi orang-orang yang mendapatinya. Juga sebagai hujjah terhadap seluruh makhluk semuanya. Maka diwajibkan kepada para hambanya untuk mentaatinya, mencintai dan menghormati serta membantunya serta menunaikan hak-haknya. Berjanji setia dan kuat dengan beriman kepadanya dan mengikuti semua para Nabi dan Rasul. Memerintahkan pengikutinya orang-orang mukmin untuk berpegang teguh dengannya. Sebab beliau di utus dalam rangka memberi kabar gembira dan peringatan. Menyeruh kepada Allah dengan izinnya dan penuh terang benderang. Maka di akhiri risalahnya, memberi petunjuk dari kesesatan, mengajarkan dari kebodohan, dengan risalahnya dapat membuka mata yang buta, telinga yang tuli, serta hati yang tertutup. Maka dengan risalahnya bumi menjadi terang benderang setelah kegelapan. Menyatukan hati setelah bercerai berai, meluruskan agama yang bengkok, menjelaskan dengan penuh hujjah yang putih. Membuka hatinya dan menghilangkan kesalahannya, Namanya beliau diagungkan. Adapun orang yang menyalahi perintahnya menjadi kecil dan hina. Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam diutus ketika terjadi kekosongan dari para rasul, dan pelajaran dari kitab-kitab. Ketika kalimat-kalimat telah diselewengkan. Syariat-syariat diganti, setiap kaum menyandarkan kepada kezaliman pendapatnya dan menghukumi Allah di antara hambanya dengan perkataan yang rusak serta hawa nafsunya. Maka Allah memberikan petunjuk kepada semua makhluk, menjelaskan jalannya, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam, membedakan antara orang baik dan orang jelek. Siapa yang mengambil petunjuknya, maka dia akan mendapat petunjuk. Dan siapa yang melenceng dari petunjuknya, maka dia akan tersesat dan melampau batas. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada seluruh Rasul dan Nabi. Qoidah Fi Wujubil-I’tishom Birrisalah karangan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juz. 19 hal. 99 – 102. Dari Majmu’ Fatawa. Silahkan melihat kitab Lawami’ Al-Anwar Al-Bahiyyyah juz. 2 hal. 216, 236 Kita dapat menyimpulkan kebutuhan manusia terhadap risalah berikut ini Manusia adalah makhluk yang diciptakan, maka dia harus mengenal Penciptanya dan mengenal apa yang diinginkan darinya serta kenapa diciptakan. Seseorang tidak mungkin mengenal itu dengan sendirinya dan tidak ada jalan kepadanya kecuali dengan cara mengenal para Nabi dan Rasul dan mengenal apa yang mereka bawa berupa petunjuk dan cahaya Manusia terdiri dari jasad dan ruh. Makanan jasad adalah yang mudah dari makan dan minuman. Sementara makanan ruh adalah apa yang telah ditetapkan oleh yang menciptakannya. Yaitu agama yang benar dan amal sholeh. Para Nabi serta Rasul datang membawa agama yang benar dan menunjukkan amal saleh Manusia itu beragama sesuai fitrahnya, maka dia harus beragama yang dia anut. Dan agama ini harus benar. Tidak ada jalan menuju agama yang benar kecuali dengan beriman kepada para Nabi dan Rasul serta beriman dengan apa yang mereka bawa. Manusia membutuhkan jalan yang menghantarkan kepada keridhaan Allah di dunia dan menuju ke surga dan kenikmatannya di alam akhirat kelak. Jalan untuk itu semua tidak ada yang dapat menunjukkan kepadanya kecuali para Nabi dan Para Rasul Sesungguhnya manusia itu lemah pada dirinya dan terancam oleh banyak musuh, baik dari setan yang ingin menyesatkan, teman buruk yang menghiasi keburukan. Nafsu yang mengajak kejelekan oleh karena itu dia membutuhkan apa yang dapat menjaga dirinya dari tipu daya musuh-musuhnya. Dan para Nabi dan Rasul menunjukkan akan hal itu dan menjelaskan dengan sangat gambling. Manusian itu makhluk sosial dan berkumpul dengan makhluk lainnya serta berinteraksi dengan mereka. Maka harus ada syariat agar manusia dapat menjaga keadilan. Kalau tidak maka kehidupan mereka mirip dengan kehidupan di hutan. Syariat menjadikan semua hak kepada pemiliknya tanpa berlebihan atau berkurang. Tidak ada yang dapat mendatangkan syariat secara sempurna kecuali para Nabi dan Rasul. Manusia membutuhkan ketenangan dan keamanan jiwa dan menunjukkan kepada sebab-sebab kebahagiaan yang sebenarnya. Hal ini yang ditunjukkan oleh para Nabi dan para Rasul. Beliaupernah merasakan dada yang sempit dan menahan beban yang berat. Beliau pernah dikucilkan, diblokade, disiksa, dikejar-kejar, dan diperangi. Dada siapa yang tidak akan sempit bila kebaikan dibalas dengan kejahatan. Beban apa yang lebih berat dari beban batin dilempari dengan kotoran manusia, dengan batu, dan dengan caci maki.
Di antara tujuan Allah mengutus para rasul adalah menyampaikan risalah kepada umat manusia yang menjadi tanggung jawab mereka. Hal itu terekam dalam kitab-kitab ilmu tauhid yang menjelaskan empat 4 sifat wajib para rasul, yaitu shidiq benar dalam semua pekerjaan, ucapan dan tindakannya, amanah jujur dalam setiap apa yang disampaikan, tabligh menyampaikan setiap risalah yang menjadi tanggung jawab, fathanah cerdas dalam pribadinya. Sebagai manusia pilihan, tentu semua tindakan para rasul selalu sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah. Karenanya, kita sebagai manusia mempunyai kewajiban mengikuti semua teladan yang dicontohkan oleh para rasul, kecuali yang Allah khususkan bagi mereka. Allah berfirman قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ Artinya, “Katakanlah Muhammad, Jika Kalian mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintai kalian’.” QS. Ali Imran 31 Dalam ayat lain disebutkan وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ Artinya, “Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk.” QS. Al-A’raf 158 Dua ayat di atas menunjukkan kewajiban mengikuti semua teladan yang dicontohkan oleh para rasul, kewajiban itu telah final tanpa dipertentangkan oleh para ulama, baik mutaqaddimin klasik maupun muta’akhirin kontemporer. Ulama sepakat tanpa khilaf bahwa mengikuti jejak langkah utusan-utusan Allah sesuai dengan zamannya berhukum wajib. Kewajiban mengikuti para rasul juga menjadi dalil secara pasti atas terjaganya jiwa Nabi Muhammad shallallâhu alaihi wasallam dan rasul lainnya dari setiap perbuatan maksiat dan dosa. Mereka bahkan terjaga dari semua pekerjaan yang hukumnya makruh. Semua teladan yang dicontohkan oleh mereka berputar pada perbuatan yang berhukum wajib, sunnah dan mubah. Semua itu ketika dipandang dari sisi perbuatannya, tanpa memandang faktor lain yang bisa mempengaruhi hukum pekerjaan tersebut. Misalnya makan, ketika dipandang dari sisi pekerjaannya maka berhukum mubah, namun bisa menjadi sunnah bahkan wajib ketika disertai faktor lain yang mengubah hukum asalnya. Sedangkan ketika memandang dari faktor-faktor yang lain, yaitu, faktor yang bisa mengubah hukum asal dari sebuah pekerjaan mubah menjadi sunnah awarid maka semua pekerjaan para rasul hanya berada dalam hukum wajib dan sunnah saja. Syekh Muhammad Ad-Dasuqi mengatakan وَأَمَّا لَوْ نَظَرَ اِلَيْهِ بِحَسَبِ عَوَارِضِهِ فَالْحَقُّ أَنَّ أَفْعَالَهُمْ دَائِرَةٌ بَيْنَ الْوُجُوْبِ وَالنَّدْبِ لاَ غَيْرُ، لِأَنَّ الْمُبَاحَ لاَ يَقَعُ مِنْهُمْ Artinya, “Jika memandang dari faktor lain yang mempengaruhi hukum dari pekerjaan para rasul maka yang benar adalah semua pekerjaan para rasul hanya berputar dalam hukum wajib dan sunnah, bukan yang lain, karena pekerjaan yang hukumnya mubah tidak pernah terjadi pada mereka.” Muhammad Ad-Dasuqi, Hâsyiyatud Dasûqi ala Ummil Barâhain, [Maktabah Imam, Surabaya 2000], halaman 182. Menurut Syekh Ad-Dasuki, semua utusan Allah tidak pernah melakukan pekerjaan-pekerjaan yang hukumnya mubah, karena semua pekerjaan tidak dilakukan dengan kehendak dirinya sendiri syahwat, namun setidaknya disertai dengan niat mendekatkan diri kepada Allah. Atau bisa juga dengan tujuan mencontohkan sebuah syariat tasyri’ kepada umatnya. Dengan tujuan itu, secara otomatis menjadikan semua pekerjaan-pekerjaan mereka termasuk dari ajaran ta’lim kepada umatnya. Dengannya, semua teladan para rasul yang awalnya berhukum mubah akan menjadi bernilai ketaatan di sisi Allah disebabkan tujuan mulia tadi. Sedangkan melakukan ketaatan kepada Allah mempunyai hukum setidaknya sunnah. Berkaitan dengan penjelasan di atas, Syekh Az-Zarnuji menyampaikan sabda Rasulullah shallallâhu alaihi wasallam كَمْ مِنْ عَمَلٍ يُتَصَوَّرُ بِصُوْرَةِ أَعْمَالِ الدُّنْيَا وَيَصِيْرُ بِحُسْنِ النِّيَةِ مِنْ أَعْمَالِ الْأَخِرَةِ Artinya, “Betapa banyak suatu pekerjaan yang bernilai dunia mubah, namun disebabkan baiknya niat menjadi pekerjaan akhirat mendapatkan pahala.” Az-Zarnuji, Ta’limul Muta’allim, [Bairut, Darul Kutub 2000], halaman 4. Semua pekerjaan dan ucapan yang disampaikan para rasul tidak lepas dari pantauan-Nya secara langsung. Seolah Allah menghendaki para utusan-Nya tidak pernah melakukan kesalahan sedikit pun. Toh jika memang melakukannya, Allah akan menegurnya secara langsung. Seperti Nabi Muhammad shallallâhu alaihi wasallam tidak pernah mengatakan suatu apa pun dengan kehendaknya sendiri setelah diangkat menjadi nabi. Begitu pun para rasul lain. Allah berfirman وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى، إنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى Artinya, “Dan tidaklah diucapkannya itu Al-Qur’an menurut keinginannya. Tidak lain Al-Qur’an itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” QS. An-Najm 3-4 Menurut ulama ahli tafsir, ayat ini menyatakan tentang terjaganya lisan Rasulullah shallallâhu alaihi wasallam dari segala hawa nafsu dan tujuan yang salah. Ia tidaklah berbicara kecuali dengan apa yang diwahyukan kepadanya dari Allah. Ia juga tidak pernah mengatakan kecuali apa yang diperintahkan kepadanya, kemudian menyampaikannya kepada umatnya secara utuh dan sempurna, tanpa pengurangan maupun penambahan. Para rasul yang oleh Allah diberi mandat sebagai uswah teladan bagi umat manusia di muka bumi selalu menampakkan etika, pekerjaan, ucapan, dan semua perbuatannya dengan penampilan yang baik. Analoginya begini. Para rasul Allah di muka bumi merupakan manusia pilihan yang Allah pilih untuk menyampaikan risalah kenabian. Mereka datang sebagai sosok penyelamat manusia dari kebodohan dan kesesatan menuju kehidupan berilmu dan hidayah. Dengannya Allah memerintahkan semua makhluk untuk menjadikan para rasul sebagai teladan yang dijadikan panutan. Tentu jika para rasul melakukan kesalahan, baik yang hukumnya makruh atau khilaful aula, maka umatnya juga dituntut melakukan pekerjaan-pekerjaan tidak baik itu. Sedangkan yang dinamakan ketaatan hanyalah untuk perbuatan baik tanpa menyalahi syariat sedikit pun. Maka tidak logis jika pembawa risalah dari Allah memerintahkan sebuah keburukan. Ad-Dasuqi, Hâsyiyatud Dasûqi, halaman 181. Sebab itu, semua perbutan yang dicontohkan para rasul tidak ada yang berhukum haram, makruh, khilaful aula maupun mubah, karena Allah memerintahkan manusia untuk mengikuti semua jejak langkah yang dicontohkan oleh mereka tanpa harus diperinci. Seolah Allah hendak menyampaikan bahwa semua tindakan para rasul adalah baik dan harus diikuti tanpa mengomentari dan memerinci. Semua perbuatan jika sudah dilakukan oleh para rasul maka menunjukkan perbuatan itu baik, kecuali beberapa perbuatan tertentu yang Allah khususkan bagi mereka, maka tidak dianjurkan diikuti. Bahkan haram bagi manusia lain untuk mengikutinya. Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Kokop Bangkalan Jawa Timur.
Seorangyang beriman ialah ia yang mampu menepati janjinya. Sebaliknya, orang tidak beriman akan beringkar janji. Tiap-tiap dari mereka akan menanggung akibat dan risiko dari sifatnya. Pelajaran lain yang dapat dipetik umat manusia bahwa mengikuti tuntunan Allah SWT dan mengikuti rasul-Nya akan membawa kita menemukan kebaikan. (Aiw/H-3) Oleh Ratna Ajeng TejomuktiMeneladani Rasul mesti dimulai dengan menelaah sirahnya."Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik." QS al-Ahzaab [33] 21 Keteladanan yang dicontohkan Rasulullah SAW mesti diikuti. Demikian kata Dosen Program Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Ustaz Mulyadi Kosim. Sebab, Rasul memiliki sifat yang patut dipelajari dari generasi ke generasi. Ada empat sifat wajib yang Rasul miliki. Optimalisasi keempat sifat tersebut menjadi kunci sukses dakwah hanya dalam tempo 23 itu, kata dia, berbeda dengan para nabi sebelumnya. Nabi Nuh AS, misalnya, perlu puluhan, bahkan hingga satu abad untuk mengajak kaumnya menerima hidayah. Sebab itu, sifat terpuji Rasul dapat diterapkan dalam kehidupan SAW memiliki sifat benar dan jujur sehingga amanah dan dapat dipercaya dan apa yang diamanahkan akan disampaikannya tanpa ada yang disembunyikan. Tiga sifat tersebut akan membentuk sosok Rasulullah SAW yang cerdas meskipun tidak dapat membaca dan merupakan sifat pertama yang dimiliki Rasulullah SAW. Shiddiq berarti benar. Sifat ini wajib dimiliki oleh seorang Rasulullah karena setiap perkataan dan perbuatan yang dilakukan harus di jalan yang diyakini umat Muslim terhadap Allah SWT harus didasarkan atas kebenaran dari tindakan, pemikiran, dan ibadah yang dilakukan Rasullullah. "Shiddiq energi berbuat amanah atas segala perintah-Nya,” tutur yang menjadi sifatnya pun memiliki pengertian yang luas. Rasul memiliki sifat amanah, artinya dapat melaksanakan tugas yang diemban, baik sebagai nabi, rasul, kepala keluarga, pemimpin, suami, ayah, dan orang yang hidup dengan sesama seorang khalifah, Rasul juga memiliki sifat amanah untuk memakmurkan alam semesta. Begitu juga dengan segala titipan yang diberikan padanya, baik fisik, ilmu, maupun umat. Rasul menyampaikan wahyu apa adanya tanpa ada yang dikurangi dan ditutup-tutupi. Ini sesuai dengan surah al-Mukminun ayat Mulyadi yang juga seorang kepala Sekolah Internasional Boarding School, sifat amanah merupakan bagian dari akhlak Rasulullah. Karena, negara akan tegak ketika memiliki bangsa amanah juga diterapkan rasul dalam bekerja dan beribadah. Setiap dia berdagang, tidak pernah merugi karena konsumen yang selalu percaya terhadapnya. Begitu juga umat yang percaya karena ibadahnya yang tidak pernah amanah tersebut diperkuat dengan sifat berikutnya, yakni tabligh, yang berarti penyampai. Segala sesuatu yang diterima olehnya sekecil apa pun akan disampaikan kepada umatnya. Sebab itu, Rasul pernah disindir landaran sempat menghiraukan seorang sahabat tunanetra yang ingin bergabung dengan dakwah. Begitu juga ketika Rasul ditegur dalam surah at-Tahrim ayat keempat adalah cerdas. Rasullulah memiliki kecerdasan yang tinggi meskipun tidak dapat membaca dan menulis. Kecerdasan yang dimiliki Rasul tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga spriritual dan emosional. Rasul memiliki kecerdasan yang luar biasa untuk mencerahkan tidak pernah belajar biologi, astronomi, dan sejarah. Namun, jelas dalam Alquran terdapat hal-hal yang berbicara mengenai ilmu perbintangan dan proses terciptanya bangsa Quraisy pun tidak mampu membuat tandingan degan sastra tertinggi yang terdapat dalam Alquran. Kecerdasannya telah membuktikan umatnya terus berkembang hingga saat sifat yang dimilikinya, umat Muslim perlu meneladaninya dan diterapkan dalam ibadah sehari-hari. Ibadah tidak hanya dilakukan hanya yang bersifat spiritual, tetapi juga mencakup aktivitas manusia dapat menjadi ibadah dan memiliki berbagi tiga kunci meneladani Rasul. Yaitu, keikhlasan beribadah, kesungguhan, dan kesesuaian dengan sunah. Ibadah yang dilakukan pun harus seimbang tidak hanya berhubungan dengan Allah SWT, tetapi juga dengan sesama manusia. "Ibadah Rasul bukan ibadah yang antisosial," kata itu, kata dia, agar sosok Rasul dapat hidup dalam kehidupan sehari-hari, jadikan figur Rasul sebagai idola dan teladan. Perbanyak menelaah sirah Rasulullah, baik lewat berbagai referensi buku maupun mendatangi majelis Majelis Taklim an-Nurmaniyah Kebon Jeruk Jakarta Barat, Ustazah Nurma Nugraha, menyatakan, kepribadian Nabi patut dipuji. Bahkan, Allah SWT pun memuji akhlak yang dimiliki oleh Nurma, umat non-Muslim pun menggagumi teladan Rasulullah meskipun tidak memeluk agama Islam. Ibadah yang dilakukan Rasulullah luar biasa ketika menjalankan shalat. "Kakinya sampai bengkak," kata surga bukan hanya gratis ditujukan pada Rasulullah SAW. Dengan empat sifat yang dimiliki oleh Rasulullah, dapat diteladani dengan baik. Nurma pun mencontohkan ketika Anas bin Malik selalu berbuat baik pada Rasul. Rasul bertanya padanya apa yang diharapkan dari perbuatan baik menjawab, ingin bersama Rasul di dalam surga. Maka, rasul memerintahkan agar memperbanyak sujud pada Allah SWT. Untuk dapat meneladani rasul, Nurma mengatakan latihan terus-menerus dengan segala teladan yang diajarkan. "Kita harus dapat belajar dengan alim ulama dan mempelajari tuntunan Rasul dari mereka,” mengikuti tuntunan Rasul, berpengaruh pada moral dan ekonomi yang lebih baik. Mereka tidak hanya fokus mengejar harta benda, bahkan mengumbar nafsu syahwat saja. Barangsiapamenentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu'min, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan dan Kami akan masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. [An-Nisa'/4:115] Tujuan lain dari diutusnya para rasul adalah untuk menyampaikan agama Allah. Andai saja para rasul tidak pernah diutus, maka manusia pasti tidak akan tahu berbagai hal yang berhubungan dengan ibadah. Jika mereka tidak diutus, perintah dan larangan Allah pasti takkan pernah sampai ke tangan kita dan kita juga tidak akan mengetahui kewajiban kita atau pun mengerti arti shalat, puasa, zakat, dan haji. Selain itu, kita juga tidak akan mengetahui larangan berbagai perkara haram semisal minuman keras, judi, zina, monopoli, dan riba. Kita dapat mengetahui semua aturan itu hanya dari para rasul dan nabi. Secara ringkas kita dapat menyebut peran para rasul ini dengan istilah tugas menyampaikan risalah’ wazhîfah al-risâlah. Semua rasul dan nabi membawa risalah tertentu yang berbeda satu sama lain dalam masalah-masalah cabang furû’ tapi mereka semua menyampaikan hal yang sama pada masalah-masalah pokok.[1] Al-Qur`an juga menjelaskan tujuan dan tugas umum yang dipikul para nabi dan rasul. Allah berfirman “Yaitu orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang pun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.” QS al-Ahzâb [33] 39. Jadi, para nabi dan rasul memang diutus untuk mencapai tujuan tersebut. Mereka sama sekali tidak peduli akan segala bentuk siksaan dan para durjana yang menyerang mereka dalam menjalankan tugas mereka. Kalau pun mereka mengenal rasa takut, maka satu-satunya ketakutan yang mereka miliki hanyalah kepada Allah Swt. Berkenaan dengan hal ini, Allah berfirman kepada Rasulullah “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan apa yang diperintahkan itu, berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari gangguan manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” QS al-Mâidah [5] 67. Lewat ayat ini seolah Allah berkata kepada Rasulullah “Jika kau mengabaikan perintah untuk menyampaikan risalah-Ku, maka tindakanmu itu tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran atas tugasmu sebagai pribadi. Melainkan akan menjadi masalah yang menyangkut kehidupan sosial dan indovidual setiap manusia. Karena kewajibanmu adalah untuk menerangi jalan yang ditempuh umat manusia. Maka jika kau mengabaikan tugasmu itu, niscaya umat manusia akan tersesat dalam kegelapan.” Tentu saja, Rasulullah telah memahami betapa penting risalah yang diembannya, sebab kalau bukan disebabkan peran penting risalah tersebut, tentulah beliau tidak akan pernah diminta untuk melaksanakan tugas tersebut. Setelah Rasulullah selesai menerima tanggung jawab untuk menyampaikan risalah yang dititipkan padanya, beliau pun mengorbankan seluruh jiwa-raga demi memenuhi tugas tersebut. Dengan susah payah beliau menyampaikan ajaran yang beliau terima dari Allah, mengetuk setiap pintu, dan mencari satu persatu orang-orang yang mau menerima seruan dakwah beliau. Pada tahap awal, reaksi yang muncul dari orang-orang kafir ketika menerima dakwah Islam adalah tidak peduli dan memutuskan hubungan dengan Rasulullah. Setelah itu, mereka akan mulai mencaci dan menghina. Pada tahap akhir, mereka akan mulai menggunakan kekerasan fisik, penyiksaan, dan berbagai bentuk penganiayaan. Mereka mengganggu Rasulullah dengan meletakkan duri di jalan yang biasa beliau lalui, melemparkan kotoran ke kepala beliau di saat shalat, dan berbagai bentuk penghinaan lainnya. Tapi Rasulullah tidak pernah putus asa atau patah semangat. Hal itu dapat terjadi karena beliau menyadari betul bahwa dakwah adalah alasan dan tujuan dari kemunculan beliau di dunia. Tanpa mengenal lelah Rasulullah terus berdakwah kepada semua orang –tak terkecuali para musuh besar beliau- secara terus-menerus dan tetap menyampaikan risalah ilahiyah yang beliau emban. Ya. Entah berapa kali Rasulullah mendatangi para musuh Allah seperti Abu Jahal dan Abu Lahab untuk kemudian menunjukkan jalan hidayah kepada mereka. Beliau tak segan masuk keluar pasar atau menyambangi satu persatu tenda-tenda di padang pasir dengan harapan semoga ada yang mau menerima hidayah. Sering kali semua pintu tampak tertutup bagi Rasulullah. Tapi beliau tak segan untuk mengetuk pintu yang sama dan menyampaikan dakwah yang sama berulang kali. Setelah harapan terhadap penduduk Mekah mulai meredup, Rasulullah pun bergerak menuju Thaif. Sebuah kota wisata yang banyak memiliki taman. Namun penduduk Thaif yang rupanya telah dibutakan oleh kenikmatan, menyambut kedatangan Rasulullah dengan penghinaan yang jauh melampaui apa yang dilakukan penduduk Mekah. Anak-anak Thaif berkumpul bersama orang-orang dungu untuk kemudian melempari Rasulullah dengan batu. Ya. Mereka melemparkan batu ke arah sang Kebanggaan Semesta yang bahkan para malaikat malu menatap wajahnya yang mulia. Penduduk Thaid lalu mengusir Rasulullah sambil terus memaki dan menghujani tubuh beliau dengan batu, sampai-sampai meski Zaid ibn Haritsah –anak angkat Rasulullah- berusaha menjadi pagar pelindung bagi Rasulullah, tapi derasnya terjangan batu tetap mengenai tubuh beliau yang agung sehingga berdarah. Dari tengah kota, Rasulullah menyelamatkan diri ke daerah pinggiran sampai akhirnya beliau tiba di sebuah taman. Pada saat itulah Jibril muncul seraya menyatakan kepada Rasulullah bahwa dia siap mengangkat gunung untuk ditimpakan kepada orang-orang Thaif yang telah menyakiti beliau. Tapi Rasulullah menolak tawaran Jibril itu meski beliau pun masih memendam kekesalan. Rupanya Rasulullah masih menaruh harap kalau-kalau di satu saat nanti ada penduduk Thaif yang mau beriman kepada beliau. Rasulullah kemudian menengadahkan tangan ke langit seraya berdoa “Wahai Allah, hanya kepada-Mu aku mengadukan lemahnya diriku, sedikitnya dayaku, dan penghinaan manusia terhadap diriku. Wahai Zat yang paling penyayang di antara yang penyayang, Engkau adalah Tuhan bagi orang-orang yang lemah. Engkaulah Tuhanku. Lalu kepada siapa lagi aku meminta pertolongan? Apakah kepada yang jauh yang akan membuatku murung? Ataukah kepada musuh yang Kau telah beri kuasa pada mereka atas diriku? Jika memang Kau tidak murka pada diriku, maka aku tak peduli apa-apa lagi. Tetapi tentu karunia-Mu lebih terasa lapang bagiku. Aku berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang menghapus segala kegelapan dan akan membuat semua perkara dunia dan akhirat akan terselesaikan, daripada akan turun padaku murka-Mu atau ditimpakan padaku murka-Mu. Bagimulah segala jalan keridhaan, dan tiada daya upaya serta kekuatan melainkan hanya pada-Mu.” Di tempat itulah Rasulullah dilihat oleh dua anak Rabi’ah bernama Utbah dan Syaibah yang menaruh iba atas apa yang terjadi pada diri beliau. Utbah dan Syaibah lalu memanggil budak mereka yang bernama Addas[2] yang kebetulan beragama Nasrani. Kedua pemuda itu berkata “Letakkanlah setandan anggur ini di atas pinggan lalu berikanlah kepada lelaki itu dan persilakan ia untuk menyantapnya.” Addas mematuhi perintah itu dan menghidangkan anggur milik tuannya kepada Rasulullah Saw. “Makanlah,” ujar Addas. Rasulullah mengulurkan tangannya untuk mengambil anggur seraya berucap “Bismillâh…” dan beliau pun menyantap anggur yang tersaji. Ketika mendengar bacaan basmalah yang diucapkan Rasulullah, Addas terkejut dan kemudian berkata “Demi Allah, ucapan seperti itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini.” Rasulullah Saw. lalu berkata “Darimanakah asalmu? Apa agamamu?” Addas menjawab “Agamaku Nasrani, dan aku berasal dari Ninawa.” Rasulullah lalu berkata lagi “Ternyata kau berasal dari negerinya seorang laki-laki saleh bernama Yunus ibn Matta.” Addas kembali berkata “Apa yang kau ketahui tentang Yunus ibn Matta?” Rasulullah menjawab “Dia adalah saudaraku. Dia adalah seorang nabi, sebagaimana aku juga seorang nabi.” Demi mendengar ucapan Rasulullah Saw. itu, tiba-tiba Addas menundukkan tubuhnya dan mencium kepala, kedua tangan, dan kedua kaki Rasulullah Saw.” Melihat itu, salah seorang putra Rabi’ah berkata kepada saudaranya “Tampaknya budakmu itu telah rusak akalnya.” Ketika Addas mendekat, kedua majikannya berkata “Celakalah kau Addas! Kenapa kau cium kepala, tangan, dan kaki lelaki itu?!” “Wahai Tuanku,” jawab Addas, “Tak ada sesuatu pun di muka bumi yang lebih baik daripada orang itu. Dia telah memberi tahu aku tentang sesuatu yang hanya diketahui oleh seorang nabi.”[3] Sungguh seandainya bukan karena peristiwa di kebun milik Rabi’ah itu, tentulah Rasulullah akan meninggalkan Thaif dengan duka mendalam. Bukan disebabkan perlakuan buruk penduduk kota itu terhadap dirinya, melainkan karena Rasulullah sama sekali tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan dakwah. Setelah peristiwa di kebun itu, Rasulullah pun gembira karena telah berhasil membuka jalan hidayah bagi seorang budak bernama Addas. Kalau boleh dikatakan, Rasulullah Saw. adalah laksana merpatinya para nabi Yamâmah al-Anbiyâ` yang tidak pernah berhenti mencari hati manusia-manusia bersih yang terbuka bagi kebenaran serta wajah-wajah yang siap menyongsong hidayah. Ketika berhasil menemukannya, beliau pun menukik ke bawah untuk menuangkan isi cawan hidayah yang beliau bawa. Demikianlah yang Rasulullah lakukan seiring dengan semakin kerasnya serangan dan semakin menggilanya kaum kafir yang menentang beliau. Seiring dengan kegilaan kaum kafir ketika berhadapan dengan kebangkitan Islam di timur dan barat, kegilaan mereka semakin menjadi ketika melihat pengikut Rasulullah semakin bertambah dari waktu ke waktu. Kegilaan itulah yang membuat orang-orang kafir mengira bahwa mereka akan mampu memadamkan cahaya Allah. Tapi tak mungkin! Semua upaya yang mereka lakukan tidak lebih dari seperti ketololan orang-orang yang berusaha memadamkan sinar matahari dengan ucapan mereka. Padahal cahaya yang dibawa Rasulullah kala itu, jauh lebih kuat dibandingkan cahaya matahari, karena ia berasal dari cahaya Allah. Kebodohan orang-orang kafir ini dilukiskan oleh al-Qur`an dalam ayat yang berbunyi “Mereka berkehendak memadamkan cahaya agama Allah dengan mulut ucapan-ucapan mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” QS al-taubah [9] 32. Di abad dua puluh, di masa kini, kita masih dapat merasakan gelora membara di dalam jiwa kita yang berasal dari api yang dulu disulut oleh Rasulullah. Saat ini ada jutaan manusia yang siap memikul semangat Rasulullah di pundak mereka demi mengagungkan agama Islam. Rupanya, Allah berkenan terus memperbarui cahaya ajaran Muhammad dan melanjutkan kesinambungan mata rantai emas dakwah Islam. Sementara segala bentuk kedengkian, angkara murka, penindasan, dan bahkan makar serta tipu muslihat yang dilancarkan kaum kafir, ternyata tak pernah bisa menghentikan gerak laju penyebaran Islam. Ya. Benih-benih yang telah disemai dengan keikhlasan ini kelak akan tumbuh, baik cepat maupun lambat. Kalau pun bukan hari ini, maka esok pasti akan muncul ke permukaan. Cahaya yang dulu dinyalakan oleh Rasulullah Saw. takkan pernah padam. Sekarang mari kita kembali ke Rasulullah Setelah menyadari bahwa ternyata kota Mekah belum siap menerima dakwahnya, Rasulullah pun berhijrah ke Madinah untuk melanjutkan penyebaran hidayah Islam di kota itu. Hanya saja, di Madinah Rasulullah harus berurusan dengan kaum Yahudi dan orang-orang munafik. Di tempat baru inilah Rasulullah kembali harus memimpin serangkaian peperangan melawan kaum kafir hingga beberapa gigi beliau harus tanggal, wajah beliau terluka, serta menderita dalam pertempuran. Di kota Madinah Rasulullah juga harus mengalami kelaparan yang parah sampai-sampai beliau harus mengikatkan beberapa butir batu ke perut beliau demi menahan lapar. Demikianlah Rasulullah terus bergerak maju tanpa istirahat atau sekedar melambatkan langkah. Sang Kekasih Allah itu sama sekali tak pernah melepaskan panji-panji dakwah yang beliau genggam. Tak pernah sedetik pun Rasulullah berhenti melakukan tablig dan menjelaskan agama Allah kepada umat manusia dengan sebaik-baiknya. Selama tinggal di Madinah, tak pernah sekali pun Rasulullah mengabaikan tugas membimbing kaum muslimin di tengah kesibukan beliau yang bertumpuk sebagai kepala negara. Arkian, ketika seorang badui datang untuk bertanya tentang sebuah masalah yang sebenarnya telah beliau jelaskan ratusan kali, tak secuil pun ada perasaan kesal di hati beliau. Alih-alih, beliau akan menjelaskan masalah yang ditanyakan itu dengan suka-cita dan penuh kasih. Sebagaimana kita tahu, yang dimaksud dengan tablig al-tablîgh adalah membimbing umat ke jalan yang lurus. Jadi para hakikatnya, tablig adalah rahasia yang tersimpang di balik diutusnya sang Pemimpin para Nabi. Inilah jalan lurus yang telah diketahui dan wajib diketahui oleh setiap mukmin dengan sebaik-baiknya. Sekurangnya empat puluh kali setiap hari kita memohon kepada Allah agar berkenan menunjukkan jalan lurus yang ditempuh para nabi, shiddîqûn, syuhada, dan orang-orang saleh serta agar Dia berkenan menghantarkan kita semua ke tujuan yang telah mereka capai. Tapi jalan yang lurus al-shirâth al-mustaqîm adalah sebuah jalan yang sangat panjang di mana setiap kita memiliki jatah pada bagian mana dari jalan itu yang dapat kita tempuh. Itulah sebabnya Rasulullah sang Nabi Terakhir diutus sebagai rahmat bagi semesta alam. Allah berfirman “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” QS al-Anbiyâ` [21] 107; di samping beliau juga diutus untuk menjadi saksi, pembawa berita gembira, dan pemberi peringatan sebagaimana yang disebutkan oleh ayat al-Qur`an “Hai Nabi sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan.” QS al-Ahzâb [33] 45. Rasulullah yang harus memikul beban berat dakwah kenabian selama dua puluh tiga tahun, terbukti berhasil menunaikan tugas tersebut dengan gemilang sehingga sulit ditemukan bandingannya dalam sejarah. Dengan semangat baja dan rasa cinta kepada Allah yang membara, Rasulullah terus maju menggapai tujuan akhir yang diberkahi oleh Allah Swt. Di penghujung usianya, Rasulullah melaksanakan Haji Wada’, satu-satunya haji yang beliau lakukan. Dan karena Rasulullah melaksanakan ibadah umrah dan haji sekaligus, maka kaum muslimin pun menyebut ibadah haji yang beliau lakukan dengan istilah Haji Akbar.[4] Dalam pelaksanaan ibadah ini, Rasulullah mengendarai unta dan menyampaikan kembali beberapa hal yang beliau anggap perlu untuk disampaikan ulang seperti perkara pembunuhan, fidyah, dan hak-hak wanita. Beliau juga menyinggung masalah riba, hubungan antarsuku bangsa, dan berbagai masalah lainnya. Saat itu, setiap kali Rasulullah selesai menyampaikan sebuah masalah, beliau meminta kesaksian dari semua yang hadir dengan bersabda “Bukankah aku telah menyampaikan hal ini?” Para sahabat pun menjawab “Ya. Kami bersaksi kau sudah menyampaikan itu dan kau telah menunaikan tugasmu dan memberi kami nasehat.” Lalu Rasulullah mengacungkan jari ke langit dan kemudian mengarahkannya kepada para sahabat seraya berujar “Wahai Allah saksikanlah. Wahai Allah saksikanlah. Wahai Allah saksikanlah.”[5] Sungguh Rasulullah memang telah menunaikan tugas dengan sempurna dan beliau bertablig dengan cara terbaik. Itulah sebabnya di penghujung hayatnya Rasulullah merasa tenang, tenteram, dan siap untuk bertemu dengan Tuhannya. Rasulullah adalah sosok yang sangat baik dalam mengawasi dirinya sendiri. Ituah sebabnya di sepanjang hidupnya beliau selalu menjaga diri dengan bertanya “Apakah aku mampu menyampaikan risalah sebagaimana seharusnya? Apakah aku hidup untuk mewujudkan tujuan yang telah membuatku diutus Allah kepada umat manusia?” [1] “Semua nabi bersaudara dari garis ayah. Ibu mereka beragam. Agama mereka satu.” Maksud hadits ini adalah bahwa para nabi bersaudara dari garis ayah meski mereka berbeda dari garis ibu. Mereka juga bersepakat pada masalah dasar agama ushûl al-dîn yaitu akidah tauhid dan mereka berbeda dalam masalah cabang furû’iyyah. Lihat al-Bukhari, al-Abiyâ`, 48; Muslim, al-Fadhâ`il, 145.[2] Dikenal pula dengan nama “Edas”, penerj-[3] Al-Bukhari, Bad` al-Khalq, 7; Muslim, al-Jihâd, 111; al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Ibnu Katsir 3/166; al-Sîrah al-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam 2/60-63.[4] Haji Akbar adalah haji yang dilakukan dengan cara merangkai umrah dan haji sekaligus. Saat ini, banyak umat Islam yang salah mengartikan bahwa yang dimaksud Haji Akbar adalah ibadah haji yang hari pelaksanaan wukufnya jatuh pada hari Jum’at.[5] Al-Bukhari, al-Hajj, 132, al-Maghâzî, 77; Muslim, al-Hajj, 147; Ibnu Majah, al-Manâsik, 84; Abu Daud, al-Manâsik, 56. quOREPS.
  • ey9421uhnn.pages.dev/186
  • ey9421uhnn.pages.dev/271
  • ey9421uhnn.pages.dev/205
  • ey9421uhnn.pages.dev/597
  • ey9421uhnn.pages.dev/402
  • ey9421uhnn.pages.dev/244
  • ey9421uhnn.pages.dev/370
  • ey9421uhnn.pages.dev/35
  • dengan mengikuti tuntunan rasul manusia akan